31 May 2014
Hudson Sidabutar **)
hudsonsidabutar@yahoo.com
ABSTRAK
Sekolah suatu organisasi belajar yang dirancang secara khusus untuk pengajaran yang
memiliki visi, misi dan tujuan. Organisasi belajar suatu konsep dimana organisasi dianggap mampu
untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran mandiri (self leraning)
sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon
beragam perubahan yang muncul. Kegagalan
sekolah sebagai organisasi belajar karena sekolah tidak melakukan pembelajaran mandiri, orangdidalam organisasi
tidak mengembangkankapasitasnya secara terus-menerus tidak mampu
beradaptasi dengan tantangan kemajuan zaman. Tujuan dari tulisan ini untuk mengukur
apakah sekolah yang sebagai objek sampel dari tulisan ini sudah menjadi organisasi pembelajaran. Metode
penelitian dilakukan dengan survey pada satu sekolah pada bulan April 2014. Instrument
yang digunakan berupa angket yang di adopsi dari buku Building the Learning Organization yang ditulis oleh Marquardt
(2002:237-241), ada lima komponen yaitu (1) dinamika pembelajaran yang
dilakukan, (2) transformasi organisasi (3)pemberdayaan warga sekolah (4)Manajemen
(5)Pengetahuan aplikasi teknologi
Dari hasil pengumpulan data maka diperoleh
bahwa dinamika pembelajaran yang dilakukan oleh individu, grup maupun
organisasi, disekolah jumlah skor 22
dari 40 skor maksimal atau 55 % , dengan rata-rat 2,2. Dengan demikian dinamika pembelajaran yang dilakukan sekolah
tersebut berada pada tingkatan moderat (sedang = 25%-50%). Pada bagian transformasi organisasi tersebut,
jumlah skor yang diperoleh 20 dari skor total 40 maksimal (50 %) skor rata-ratanya 2.0 artinya
transformasi organisasi yang ada di SMA tersebut dilaksanakan pada tingkatan
moderat (sedang = 25%-50%), Pada bagian
pemberdayaan warga sekolah tersebut, jumlah skor yang diperoleh 22 dari skor
total 40, artinya pemberdayaan warga sekolah di SMA adalah 55 %, skor rata-ratanya adalah 2.2, berarti
pelaksanaan subsistem pemberdayaan warga di SMA dilaksanakan pada tingkatan cukup besar
total (cukup Besar = 50% -75%). Pada bagian Manajemen Pengetahuan, skor yang
diperolah 20 dari skor total 40, artinya penerapan manajemen pengetahuan di
sekolah tersebut adalah 82.5%, skor
rata-ratanya adalah 2.0, hal ini berarti pelaksanaan subsistem knowledge (pengetahuan) di SMA berada pada tingkatan yang rendah. Pada
bagian aplikasi teknologi tersebut, skor yang diperoleh adalah 22 dari skor
total 40, atau sekitar 50 % pemanfaatan
teknologi yang diaplikasikan sekolah tersebut dalam proses pembelajaran
maupun administrasi, skor rata-ratanya adalah 2.2, berarti pelaksanaan subsistem teknologi di SMA berada dilaksanakan pada tingkatan cukup
besar total (cukup Besar = 50%-75%).
Secara keseluruhan dari lima bagian pengamatan jumlah 106 dari total skor 200,
maka penerapan sekolah terhadap organisisasi belajar hanya 53 %, yang artinya
bahwa pelaksanan sekolah sebagai organisasi belajar dilaksanakan pada tingkatan
cukup besar total (cukup Besar =
50%-75%).
-----------------------------------------
Kata Kunci : sekolah, organisasi pembelajaran, transformasi organisasi
*)
Disampaikan dalam memenuhi tugas Matakuliah KOB dari bapak Prof. Dr. B.P
Sitepu.
**) Mahasiswa UNJ-Kerjasama dengan UNIMED
ANALISIS
SEKOLAH SWASTA SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJARAN DI KELURAHAN PULAU BRAYAN DARAT
A.
Pendahuluan
Sekolah
adalah suatu lembaga yang dirancang khusus untuk pengajaran kepada para murid
(siswa) di bawah pengawasan para guru. Sekolah sebagai sistem yang membuat para siswa bisa mengalami
kemajuan dengan melalui serangkaian proses pembelajaran.
Sekolah yang pada dasarnya sebagai sarana untuk melaksanakan pendidikan diharapkan bisa menjadikan siswanya menjadi masyarakat yang lebih maju, oleh sebab itu sekolah sebagai pusat dari pendidikan mempunyai visi misi serta tujuan harus bisa melaksanakan fungsinya dengan optimal dan perannya bisa menyiapkan para generasi muda sebelum mereka terjun di masyarakat. Sekolah sebagai organisasi pembelajaran tempat memfasilitasi proses belajar Senge (1990), mengatakan organisasi pembelajaran adalah proses memfasilitasi pembelajaran bagi individu atau group yang dilakukan secara sadar dan bersama-sama dalam mentransformasikan pengelolaan dan penggunaan pengetahuan dalam mencapai tujuan organisasi secara terus menerus sehingga mencapai suatu kapasitas yang semakin luas. Organisasi pembelajaran harus terus belajar serta menyesuaikan diri dengan keadaan atau beradaptasi dengan tantangan kemajuan zaman yang selalu dinamis, kunci dari sekolah sebagai organisasi pembelajaran adalah belajar yang tiada henti dan melakukan perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement),
Sekolah yang pada dasarnya sebagai sarana untuk melaksanakan pendidikan diharapkan bisa menjadikan siswanya menjadi masyarakat yang lebih maju, oleh sebab itu sekolah sebagai pusat dari pendidikan mempunyai visi misi serta tujuan harus bisa melaksanakan fungsinya dengan optimal dan perannya bisa menyiapkan para generasi muda sebelum mereka terjun di masyarakat. Sekolah sebagai organisasi pembelajaran tempat memfasilitasi proses belajar Senge (1990), mengatakan organisasi pembelajaran adalah proses memfasilitasi pembelajaran bagi individu atau group yang dilakukan secara sadar dan bersama-sama dalam mentransformasikan pengelolaan dan penggunaan pengetahuan dalam mencapai tujuan organisasi secara terus menerus sehingga mencapai suatu kapasitas yang semakin luas. Organisasi pembelajaran harus terus belajar serta menyesuaikan diri dengan keadaan atau beradaptasi dengan tantangan kemajuan zaman yang selalu dinamis, kunci dari sekolah sebagai organisasi pembelajaran adalah belajar yang tiada henti dan melakukan perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement),
B.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada salah satu sekolah yang
ada di kecamatan Medan Timur, Kelurahan Pulubrayan Darat. SMA Swasta di
kelurahan Pulubrayan darat ada sebanyak ada sekitar 10 sekolah, pada
penelitian ini diambil satu diantara
sekolah tersebut secara acak. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui
apakah sekolah tersebut termasuk dalam kategori organisasi sekolah
pembelajaran?. Sebagai instrument yang digunakan berupa angket yang diadopsi
dari buku Building the Learning
Organization yang ditulis oleh Marquardt (2002:237-241). Ada lima komponen yang
diamati yaitu (1) Dinamika Belajar Individu, Kelompok
atau Tim, dan Organisasi dalam Organisasi
di SMA yang dilakukan, (2) Transformasi
Organisasi Visi, Budaya, Strategi, dan Struktur dalam Organisasi di SMA yang
dilakukan (3) Pemberdayaan Orang /Warga sekolah: Orang Manajer, Guru dan Karyawan, Pelanggan,
Rekan, Supplier, dan Komunitas dalam Organisasi di SMA yang dilakukan
(4) Manajemen Pengetahuan Pemerolehan, Kreasi,
Penyimpanan, Pemulihan, Transfer, dan Penggunaan dalam Organisasi di SMA yang
dilakukan (5) Aplikasi Teknologi Sistem
Informasi Pengetahuan, Pembelajaran Berbasis Teknologi, Sistem Elektronik Pendukung Kinerja dalam
Organisasi di SMA yang dilakukan.
Kriteria yang digunakan setiap komponen
yaitu :
Tabel 1. Rubrik penilaian apakah sekolah masuk ke Organisasi belajar
Skor
|
Rentang (%)
|
Kriteria
|
Artinya Apabila
|
1
|
0 - 25 %
|
Kurang
|
Komponen dilaksanakan pada tingkat kecil atau tidak
|
2
|
25 – 50 %
|
sedang
|
Komponen dilaksanakan pada
tingkat moderat
|
3
|
50 – 75 %
|
Cukup besar
|
Komponendilaksanakan pada
tingkat cukup besar
|
4
|
75 – 100 %
|
Besar
|
Komponen dilaksanakan secara
total
|
C.
Hasil
Dan Pembahasan
Hasilnya secara
keseluruhan pengisisn intrumen sebagai indicator penilaian sekolah apaka
sekolah sudah termasuk kriteria sebagai organisasi belajar, data secara
keseluruhan terlihat seperti pada table 2. berikut ini.
Tabel 2
Skor Hasil Survei terhadap komponen oraganisasi belajar sekolah
NO.
|
KOMPONEN
YANG DIANALISIS
|
Skor
Max
|
Skor hsl survey
|
%
|
Harapan %
|
1
|
Dinamika Belajar Individu, Kelompok atau Tim, dan Organisasi
dalam Organisasi di SMA
|
40
|
22
|
55
|
100
|
2
|
Transformasi Organisasi Visi, Budaya, Strategi, dan
Strukturdalam Organisasi di SMA
|
40
|
20
|
50
|
100
|
3
|
Pemberdayaan Orang /Warga sekolah: Orang Manajer, Guru dan Karyawan,
Pelanggan, Rekan, Supplier, dan Komunitas dalam Organisasi di SMA
|
40
|
22
|
55
|
100
|
4
|
Manajemen Pengetahuan Pemerolehan, Kreasi, Penyimpanan,
Pemulihan, Transfer, dan Penggunaan dalam Organisasi di SMA
|
40
|
20
|
50
|
100
|
5
|
Aplikasi Teknologi Sistem Informasi Pengetahuan, Pembelajaran
Berbasis Teknologi, Sistem Elektronik
Pendukung Kinerja dalam Organisasi di
SMA
|
40
|
22
|
55
|
100
|
Jumlah Total
|
200
|
106
|
53
|
100
|
Dari table harapan yang dinginkan
jika sekolah adalah sebagai organisasi belejar, semua komponen sinergis
memberikan konstribusi terhadapa misi, visi serta tujuan tujuan sekolah.
Perbandingan komponen organisasi
belajar di SMA dengan harapan adalah seperti pada gambar diagram berikut ini.
Gambar 1 Diagram perbandingan komponen organisasi belajar dengan harapan
OB
Dari
hasil pengisian angket yang telah dilakukan di SMA Swasta di Pulubrayan Darat, dengan
metode evaluasi diri (pihak sekolah menilai diri sendiri) tingkat pencapaian
dan implementasi organisasi pembelajaran, maka dapat dianalisis sebagai berikut
:
1. Dinamika Pembelajaran, (Individu, Grup atau
Tim, dan Organisasi)
Pada bagian dinamika pembelajaran, jumlah skor yang peroleh adalah 22 dari 40 skor maksimum,
atau setara dengan 55 % . ini berarati dinamika pembelajaran yang dilakukan
oleh individu, grup maupun organisasi, hanya 55 % dari 100 % harapan organisasi
sekolah sebagai dinamika pembebelajaran jika dihitung skor rata-ratanya adalah 2.2,
berarti pelaksanaan subsistem Learning (pembelajaran) di SMA tersebut berada pada komponen
dilaksanakan pada tingkat sedang ,
artinya komponen dilaksanakan pada tingkat moderat. SMA tersebut dalam menerapkan subsistem Learning adalah: (1) Sudah mengelola dan mengembangkan pembelajaran secara
mandiri, (2) pelatihan dan pembinaan
individu dalam pembelajaran sudah dilaksanakan secara total, (3)
berbagai metodologi pembelajaran sudah dilaksanakan dengan baik, (4) pendekatan
pembelajaran adaptif, anticipatory,
pembelajaran kreatif, dan proses pembelajaran aksi sudah dilaksanakan secara
total.
Kelemahannya dalam menerapkan subsistem Learning adalah: (1) masih lemah pada penggunaan berbagai metode
pembelajaran untuk percepatan pembelajaran peta pikiran perlu ditingkatkan pembelajaran
berkelanjutan (continuous learning)
oleh semua guru, karyawan dan siswa, (2) pembelajaran antar team di sekolah
melalui berbagai media (buletin elektronik, surat kabar, atau pertemuan antar
grup) perlu ditingkatkan, (3) pendekatan komprehensif dan pendekatan sistem
dalam pembelajaran perlu ditingkatkan.
Learning
(pembelajaran) sebagai subsistem inti dari sebuah organisasi pembelajaran. Jika
kita lihat dari pengertiannya, bahwa belajar adalah suatu proses dimana
individu memperoleh pengetahuan dan insight
yang menghasilkan perubahan tingkah laku dan tindakan, baik itu pembelajaran
afektif, kognitif maupun psikomotorik. Menurut Redding (1994), individuall learning adalah hal yang
sangat mendasar untuk melanjutkan transformasi organisasi, memperluas kemampuan
inti organisasi dan mempersiapkan semua orang untuk menghadapi masa depan yang
belum menentu. Subsistem Learning
(pembelajaran) dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar
2. Subsistem Pembelajaran (Sumber: Marquardt, 2002: 36)
2.
Transformasi
Organisasi : Visi, Budaya, Strategi dan
Struktur
Pada bagian transformasi organisasi tersebut, jumlah skor
yang diperoleh adalah 20 dari skor total 40,
artinya transformasi organisasi yang ada di SMA Swasta di Pulubrayan
Darat adalah 50%, kalau dihitung skor rata-ratanya adalah 2.0, berarti
pelaksanaan subsistem Organization di SMA
Swasta di Pulubrayan Darat berada pada tingkatan yang sedang, baik itu
transformasi visi, budaya, strategi maupun struktur yang ada.
Dari hasil pengisian angket tersebut terdapat nilai yang tinggi
yaitu skor 3 hanya pada yaitu pada
komponen iklim yang mendukung dan menghargai
pentingnya pembelajaran, berkomitmen terhadap
pembelajaran berkelanjutan dalam pengajaran, koordinasikan melalui usaha lintas
jurusan dalam basis tujuan bersama dan pembelajaran, dari pada pemeliharaan
batasan jurusan yang sudah tetap. peningkatan bagaimana para guru
belajar dari kegagalan masa lalu, dan berkomitmen terhadap pembelajaran yang
berkelanjutan. Hal ini selaras dengan
apa yang dikemukakan oleh Marquardt
(2002), menyatakan bahwa untuk
berkembang sebagai suatu identitas yang baru, organisasi harus mengkonfigurasi
ulang dirinya dengan berfokus pada empat dimensi dari subsistem organisasi
yaitu : visi, budaya, strategi, dan struktur. Masing-masing dimensi tersebut
harus berubah dalam tujuan dan bentuk, dari fokus pada kerja dan produktivitas
menjadi fokus pada pembelajaran dan pengembangan. Di sekolah tersebut dapat
disimpulkan hanya sebagian guru dan karyawan saja yang menyadari pentingnya
pembaharuan visi, kultur, strategi dan struktur organisasi sekolah tersebut,
artinya sangat diperlukannya tambahan dukungan dari atasan sebagai top level
yang dalam hal ini adalah kepala sekolah, pemberian penghargaan bagi individu
yang melaksanakan pembelajaran, tugas belajar/ijin belajar, serta merekayasa
ulang kebijakan dan struktur pembelajaran. Dari data ada beberapa hal kelebihan
organisasi SMA tersebut, dalam menerapkan subsistem organisasi adalah: (1)
Semua warga sekolah sebagaian memahami pentingnya untuk menjadi organisasi pembelajaran,
(2) Kepala sekolah mendukung visi organisasi pembelajaran, (3) Iklim sekolah yang
mendukung dan menghargai pentingnya pembelajaran, dan komitmen terhadap
peningkatan pembelajaran berkelanjutan (continuous
learning) yang tinggi.
Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan
ditingkatkan oleh organisasi sekolah tersebut dalam hal menerapkan
subsistem organisasi adalah: (1) perlu peningkatan kesempatan
pembelajaran digabungkan ke dalam program dan pelaksanaan, (2) perlu peningkatan cara-cara untuk berbagi pengetahuan dan meningkatkan
pembelajaran melalui organisasi (rotasi pekerjaan yang sistematik lintasjurusan
sekolah, sistem on the job learning yang terstruktur)., (3) perlu peningkatan pentingnya untuk menjadi organisasi pembelajaran difahami
oleh semua warga di sekolah tersebut. Sub sistem Organisasi sekolah dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar
3. Subsistem Organisasi (Sumber:
Marquardt, 2002: 74)
Organisasi dapat berkembang dan tumbuh jika Visi, culture,
strategi, struktur, perlu ada peningkatan dalam organisasi agar sinergis.
3. Pemberdayaan Warga Sekolah: Manager,
Karyawan/Guru, Pelanggan/ Siswa, Rekanan, Suplier dan Komunitas
Pada bagian pemberdayaan warga sekolah tersebut, jumlah skor
yang diperoleh adalah 22 dari skor total 40, artinya pemberdayaan warga sekolah
tersebut adalah 55 %, dari harapan 100 %
terlaksana agar dapat mengahadapi tantangan jaman. Jika dihitung skor
rata-ratanya adalah 2.2, berarti pelaksanaan
subsistem pemberdayaan warga
di SMA tersebut berada pada tingkatan moderat
yang sedang mengarah ke cukup mendekati pelaksanaan secara total pada subsistem
pemberdayaan warga sekolah.
Pemberdayaan tersebut
meliputi kepala sekolah, guru dan karyawan, siswa, mitra sekolah, dalam
hal ini dunia industri dan dunia usaha,
supplier atau sekolah asal siswa atau pemasok bahan-bahan sarana dan
prasarana bagi sekolah dan komunitas atau Komite sekolah, forum alumni dan
lain-lainnya.
Dari hasil pengisian angket tersebut, tiga 2 dari sepuluh
komponen mendapatkan skor 3, yaitu
Kewenangan didesentralisasikan dan didelegasikan dalam proporsi untuk
tanggung jawab dan kemampuan pembelajaran, serta peranan kepala sekolah mengambil sebagai
pelatih, mentor, dan fasilitator pembelajaran, Hal ini harus disadari benar oleh
kepala sekolah bahwa, warga sekolah adalah aspek yang penting bagi organisasi
pembelajaran karena hanya orang yang mempunyai kapasitas untuk balajar untuk
mengambil informasi dan memindahkannya menjadi pengetahuan yang berharga bagi
orang lain secara personal dan organisasi.
Menyeimbangkan kebutuhan individu dan organisasi adalah hal
penting agar produktivitas dan kualitas hidup kerja guru dan karyawan bisa
baik. Selain itu hubungan dengan pihak eksternal sangat diperlukan untuk
mengetahui keinginan dan tuntutan pasar akan output kita. Pemberdayaan komite
sebagai pemberi pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan sangat
diperlukan, agar kebijakan atau hasil keputusan dapat diterima oleh semua pihak
dengan penuh rasa tanggung jawab.
Pemberdayaan (Empowerment)
merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah organisasi, salah satu indikator
organisasi yang sehat adalah bila di dalamnya terdapat individu-individu yang
bersemangat. Menurut Rahman dan Savitri (2012) menciptakan empowerment dalam organisasi menyangkut self concept, self esteem dan self
talk individu. Individu perlu merasa berharga, berguna, mempunyai pandangan
positif mengenai karier, tugas dan pekerjaannya, serta selalu mempunyai
ungkapan-ungkapan yang positif dalam self
dialog-nya. Ada beberapa kelebihan SMA tersebut sebagai organisasi
pembelajaran, dalam menerapkan subsistem
people atau pemberdayaan warga sekolah adalah sudah mengimplementasikan
dengan baik subsistem pemberdayaan warga sekolah, karena 8 dari 10 komponen
subsistem mendapatkan skor 2. Kepala Sekolah mampu mendorong stafnya, dalam hal
ini guru, untuk melanjutkan pendidikan lanjut, melanjutkan kuliah, dan mengikuti
pelatihan pelatihan.
Kekurangan SMA tersebut dalam menerapkan subsistem people atau pemberdayaan warga sekolah
adalah: Perlu peningkatan kesadaran warga
sekolah untuk secara aktif berbagi
pengetahuan (knowledge sharing) antar
guru, siswa, dan warga sekolah, dan pada waktu yang sama meraih ide-ide dan
masukan mereka dalam rangka belajar dan meningkatkan prestasi belajar siswa dan
prestasi sekolah. Sub sistem People
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4. Subsistem Orang
(Sumber:
Marquardt, 2002: 112)
4.
Manajemen Pengetahuan: Akuisisi, kreasi, penyimpanan,
pemulihan dan transfer.
Pada bagian Manajemen Pengetahuan tersebut, skor yang
diperolah adalah 20 dari skor total 40, artinya penerapan manajemen pengetahuan
di sekolah tersebut adalah 50% , kalau
dihitung skor rata-ratanya adalah 2.0, berarti pelaksanaan subsistem knowledge (pengetahuan) di SMA tersebut berada pada tingkatan yang sedang
( (dilaksanakan pada tingkat moderat).
Hal ini menunjukkan lebih dari sebagian warga sekolah sudah
menerapkan manajemen pengetahuan hanya 50 %, baik pada tingkat individu,
kelompok maupun organisasi. Dalam hal
ini perlu disadari bersama bahwa manajemen pengetahuan menjadi unsur penting bagi organisasi
dibanding sumber daya lain seperti posisi pasar, teknologi serta aset organisasi
lainnya (Steward, 1997). Dalam kasus manajemen pengetahuan yang ada di SMA tersebut
masih berada pada level sedang (dilaksanakan pada tingkat moderat), dimana
penyimpanan pengetahuan menggunakan sistem teknis seperti rekaman, data base,
dan proses manusiawi, sehingga sangat riskan terhadap ancaman kehilangan
pengetahuan karena penyimpanan tersebut menjadi terpisah secara fisik dan
terdesentralisi. Pada level inilah perlu
sekali pembenahan, agar pengetahuan yang sudah tersimpan di organisasi bisa dianalisis
dan ditransfer agar pengetahuan tersebut tetap ada dan bisa diakses oleh siapa
saja walaupun organisasi tersebut senantiasa berganti sumber daya.
Warga sekolah juga perlu dilatih dalam hal keterampilan
berfikir kreatif, inovatif dan eksperimentasi, sikap proaktif merujuk pada tujuan akhir perlu diperhatikan
dengan baik. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Covey (1993)
tentang 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif antara lai: (1) jadilah
proaktif, (2) bmerujuk pada tujuan akhir, (3) mendahulukan yang utama, (4)
berpikir menang-menang, (5) berusaha mengerti terlebih dahulu baru dimengerti,
(6) mewujudkan sinergi, (7) mengasah selalu memperbaharui kehidupan.
Kelebihan SMA tersebut dalam menerapkan sub sistem knowledge atau manajemen pengetahuan
adalah: (1) Warga sekolah secara aktif mencari
informasi yang meningkatkan kerja organisasi sekolah, (2) adanya kesempatan
warga sekolah untuk dilatih dalam hal
keterampilan berfikir kreatif, inovasi, dan eksperimentasi.
Kekurangan SMA tersebut dalam menerapkan sub sistem knowledge atau manajemen pengetahuan
adalah: kurangnya kesadaran para warga sekolah untuk melakukan knowledge sharing (berbagi
pengetahuan) kepada warga sekolah yang
lain.
Sub sistem Knowledge
(pengetahuan) dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 5.
Subsistem Pengetahuan (Sumber: Marquardt, 2002:143)
Knowledge sharing
(berbagi pengetahuan) dan transfer pengetahuan sangat penting dalam manajemen
pengetahuan di sekolah, dengan berbagi pengetahuan dan transfer pengetahuan antar warga sekolah,
maka pengetahuan yang ada di sekolah bisa berkembang. Nonaka & Takeuchi (1995:62) menyatakan
bahwa pengetahuan diciptakan melalui interaksi antara tacit dan explicit knowledge melalui empat mode konversi
pengetahuan: (1) dari tacit knowledge
ke tacit knowledge dinamakan
sosialisasi, (2) dari tacit knowledge
ke explicit knowledge melalui
eksternalisasi, (3) dari explicit
knowledge ke explicit knowledge
melalui kombinasi, (4) dari explicit
knowledge ke tacit knowledge atau
disebut internalisasi. Empat mode konversi pengetahuan dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 6. Empat Mode Konversi Pengetahuan
Sumber: Nonaka &
Takeuchi (1995: 62)
5. Aplikasi Teknologi: Sistem Pengetahuan
Informasi, Pembelajaran Berbasis Teknologi dan Sistem Pendukung Kinerja
Elektronik.
Pada bagian Aplikasi Teknologi tersebut, skor yang diperoleh
adalah 22 dari skor total 40, atau sekitar
55% pemanfaatan teknologi yang diaplikasikan sekolah tersebut
dalam proses pembelajaran maupun administrasi, kalau dihitung skor rata-ratanya
adalah 2.2, berarti pelaksanaan
subsistem teknologi di SMA tersebut
berada pada tingkatan yang cukup besar.
Teknologi Informasi (TI) dapat meningkatkan komunikasi,
melebur batas-batas dalam organisasi dan meningkatkan berbagai kemungkinan
hubungan diluar hirarki, bahkan menciptakan lingkungan belajar elektronis
dimana semua warga sekolah memiliki
akses data yang sama, hal ini masih kurang disadari warga SMA tersebut, terlihat
dari media pembelajaran yang belum semuanya berbasis TI, masih ada sebagian
guru yang belum menggunakan pembelajaran berbasis TI, kurang optimalnya
penggunaan website yang dimiliki
sekolah untuk kegiatan pembelajaran seperti meng upload soal-soal atau materi-materi pembelajaran. Masih enggannya
guru untuk membuat blog dan website sebagai sarana berbagi
pengetahuan antar guru baik dalam satu sekolah maupun lintas sekolah.
Kelebihan SMA tersebut dalam menerapkan subsistem teknologi
adalah: (1) Pembelajaran sudah
difasilitasi oleh sistem teknologi informasi berbasis komputer, (2) sebagian
besar warga sekolah telah mengakses jalur informasi melalui, misalnya LAN (Local Area Network), internet, dan
intranet, (3) pihak sekolah sudah
merancang dan menata sistem pendukung kinerja elektronik agar sesuai
dengan persyaratan pembelajaran di sekolah.
Kekurangan SMA tersebut dalam menerapkan subsistem teknologi
adalah: (1) masih ada sebagian guru yang belum menggunakan pembelajaran berbasis
TI, kurang optimalnya penggunaan website
yang dimiliki sekolah untuk kegiatan pembelajaran seperti meng upload soal-soal atau materi-materi
pembelajaran, (2) Masih enggannya guru untuk membuat blog dan website sebagai
sarana berbagi pengetahuan antar guru baik dalam satu sekolah maupun lintas
sekolah. Sub sistem Teknologi dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 7. Subsistem
Teknologi (Sumber: Marquardt, 2002:178)
Alasan mengapa Learning Organization (Organisasi Pembelajaran) perlu diterapkan
dalam organisasi sekolah adalah: (1) Organisasi tangguh adalah organisasi yang tak lapuk dimakan usia dan
bersifat “survival of the fittest”, (2) Konsep “survival of the fittest” menuju “the
survival of the fittest to learn”, (3) Organisasi pembelajaran sebagai alternatifnya,
yang diharapkan mampu beradaptasi dan merespons tuntutan kebutuhan, (4) Organisasi pembelajaran memiliki tuntutan setiap warga belajar terus
menerus untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat (Schlechty,
2009).
Senge
(1990) mengemukakan bahwa di dalam learning organization yang efektif
diperlukan 5 dimensi yang akan memungkinkan organisasi untuk belajar,
berkembang, dan berinovasi yakni :
1.
Personal Mastery. Kemampuan untuk
secara terus menerus dan sabar memperbaiki wawasan agar objektif dalam melihat
realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang strategis. Organisasi
pembelajaran memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi yang tinggi, agar
bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan
perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik ke
paradigma yang berbasis pengetahuan.
2.
Mental Model. Suatu proses menilai
diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan prasangka atas rangsangan
yang muncul. Mental model memungkinkan
manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah,
mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat
adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini
didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan
organisasi.
3.
Shared Vision. Komitmen untuk menggali visi bersama tentang
masa depan secara murni tanpa paksaan. Oleh karena organisasi terdiri atas
berbagai orang yang berbeda latar belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman
serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi organisasi untuk bekerja secara
terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang
karyawan, organisasi juga memiliki berbagai unit yang pekerjaannya berbeda antara
satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang
sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan
adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam
organisasi.
4.
Team Learning. Kemampuan dan
motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan berkesinambungan. Kini
makin banyak organisasi berbasis tim, karena rancangan organisasi dibuat dalam
lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan
kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berfikir
sistemik seperti yang telah diuraikan di atas. Namun demikian tanpa adanya
kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maka
pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti. Pembelajaran
dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar
bersama-sama. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting
untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya.
5.
Sistem Thinking. Organisasi pada dasarnya terdiri atas
unit yang harus bekerja sama untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Unit-unit
itu antara lain ada yang disebut divisi, direktorat, bagian, atau cabang.
Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk
melakukan pekerjaan secara sinergis. Kemampuan untuk membangun hubungan yang
sinergis ini hanya akan dimiliki kalau semua anggota unit saling memahami
pekerjaan unit lain dan memahami juga dampak dari kinerja unit tempat dia
bekerja pada unit lainnya.
Kelima dimensi dari Senge
tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap
anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Kelima dimensi
organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi
untuk meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses
pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada
perubahan dan mengantisipasi perubahan di masa depan.
Adapun kondisi sekolah
dalam learning organization dan peran
masing-masing komponen dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.
Kegiatan inti sekolah
Sekolah
dalam organisasi pembelajaran adalah mendesain kegiatan yang menantang siswa
untuk belajar. Artinya tujuan sekolah
adalah memberikan fasilitas agar desain-desain kegiatan pembelajaran siswa yang
dapat menantang daya kreatifitas siswa, sehingga siswa dapat mengembangkan
kemampuannya secara optimal. Tujuan utama sekolah bukan lagi semata-mata bisa
meluluskan siswanya 100% dan Nilai Ujian
Nasionalnya tinggi, tetapi lebih menekankan pada prosesnya.
2.
Siswa
Dalam
lingkungan sekolah sebagai organisasi pembelajaran kegiatan siswa adalah
sebagai knowledge worker atau pencari
pengetahuan dengan menggunakan sudut pandang siswa maka siswa dalam mencari
pengetahuan dengan bekerja dalam tim, memecahkan masalah bersama, dan yang
paling penting siswa tahu bagaimana cara belajar yang baik.
3.
Guru
Dalam
organisasi pembelajaran guru berperan sabagai pemimpin dan desainer serta
pemandu pembelajaran dengan memberikan motivasi kepada siswa, merancang
tugas-tugas yang menantang bagi siswa, memberikan alternatif berbagai sumber
belajar yang relevan, serta bersama siswa dan orang tua membuat jaringan
belajar.
4.
Peran Kepala Sekolah
Dalam
organisasi pembelajaran adalah manjadi pemimpinnya pemimpin artinya kepala
sekolah yang dapat memberdayakan guru untuk menjadi bertanggung jawab atas apa
yang di lakukannya di kelas, sehingga guru menjadi pemimpin yang dapat langsung
dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab atas permasalahan di kelas
tanpa harus menunggu kepala sekolah, sehingga peran kepala sekolah dalam Learning Organization adalah menjadi
pemimpinnya pemimpin (leader of leaders).
5.
Orang tua
Dalam
organisasi pembelajaran orang tua adalah school
partner, artinya orang tua berpartisipasi penuh, aktif, pembelajar, dan
membentuk jaringan belajar untuk optimalisasi pembelajaran siswa.
6.
Pengawas Sekolah
Berperan
sebagai pemimpin moral dan intelektual yang berperan sebagai orang yang
memecahkan masalah dengan pemberdayaan guru dan kepala sekolah, jadi inti dari
peran pengawas adalah pemberdayaan bukan datang ke sekolah untuk mengatasi
masalah sendiri, tanpa melibatkan guru dan kepala sekolah.
7.
Dinas Pendidikan
Berperan
sebagai capacity builder artinya
dinas adalah lembaga yang mensuport sekolah dengan mengadakan
pelatihan-pelatihan kepada guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan agar
mampu dan menguasai bagaimana belajar cara belajar yang baik dan yang paling
penting adalah guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan terus belajar dan
belajar lagi.
Kompetensi manajerial kepala sekolah
sesuai dengan Permendiknas No 13 tahun 2007
salah satunya antara lain: “Mengelola perubahan dan pengembangan
sekolah/ madrasah menuju organisasi pembelajaran yang efektif”. Hal ini berarti peran kepala sekolah sangat
penting dan sentral dalam menjadikan sekolah menjadi organisasi pembelajaran
yang efektif dan efisien. Kepala sekolah yang memiliki kompetensi yang handal
akan mampu memimpin dan membawa organisasi sekolah menjadi organisasi
pembelajaran.
Di samping kepala sekolah harus
menguasai kompetensi manajerial yang baik, para guru juga harus mampu menjadi
guru yang kompeten, efektif, dan guru inspiratif. Guru yang inspiratif menurut
Ramdhani (2012) harus memenuhi 13 kriteria antara lain: (1) Menguasai materi pelajaran, (2) Menggunakan dengan tepat
kemampuannya dalam mengajar dan belajar, (3) Kemampuan memecahkan masalah
berkaitan dengan instruksional pembelajaran, (4) Kemampuan melakukan
improvisasi, (5) Manajemen kelas, (6) Kepekaan dalam menanggapi situasi selama
pembelajaran berlangsung, (7) Sensitivitas terhadap konteks, (8) Memonitor
pembelajaran, (9) Bertindak berdasarkan data, (10) Mendemonstrasikan respek
terhadap orang lain, (11) Mempunyai jiwa mendidik, (12) Membantu murid agar
mencapai prestasi tertinggi, (13) Membantu murid agar lebih memahami
kompleksitas.
Untuk
menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif dan bisa
menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman maka kepala sekolah, guru dan semua
warga sekolah harus mampu melakukan inovasi dan perbaikan terus menerus dalam
pembelajaran. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ancok (2012)
yang menyatakan bahwa perubahan lingkungan strategis organisasi yang sangat
cepat akan membuat organisasi menghadapi masalah besar yang akan menurunkan
kinerja organisasi apabila organisasi tidak memiliki kemampuan inovatif, adalah
sebuah keharusan bagi suatu organisasi untuk membangun kemampuan organisasi
agar memiliki kekuatan untuk terus berinovasi. Lebih lanjut Ancok (2012) menyampaikan bahwa secara garis
besar ada tiga komponen modal organisasi yang mendukung inovasi yaitu: (1) modal
manusia (human capital), (2) modal
kepemimpinan (leadership capital),
(3) modal structural (structural capital). Modal manusia ada tujuh komponen, yang perlu
dikembangkan agar insane dalam organisasi bisa memberikan kontribusi yang
maksimal pada organisasi, modal tersebut antara lain: (1) modal kreativitas,
(2) modal intelektual, (3) modal emosional, (4) modal social, (5) modal
ketabahan, (6) modal moral, (7) modal kesehatan.
Kepala sekolah dituntut
kemampuannya untuk mengelola modal-modal tersebut dengan baik dan benar untuk
menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran.
Untuk
menjawab tantangan di masa yang akan datang memang tidaklah mudah, karena sifat
dari perubahan yang tidak pernah berhenti, sehingga adaptasi yang tepat agar
sekolah mampu bertahan pada masa yang akan datang. Salah satu bentuk perubahan
yang akan di hadapi dunia pendidikan adalah bagaimana menjadikan sekolah kita
menjadi sekolah yang bersifat learning
organization. Adapun langkah yang dapat menjadikan sekolah menjadi organisasi
pembelajaran menurut Marquardt (2002:211) antara lain:
1.
Semua pihak berkomitmen menjadikan sekolah mejadi model
organisasi pembelajaran.
2.
Membentuk koalisi yang kokoh untuk berubah ke arah yang
lebih baik.
3.
Menghubungkan pembelajaran dengan semua steakholder
yang ada di sekolah.
4.
Mengukur semua sub sistem sekolah dengan penilaian
kinerja.
5.
Mengkomunikasikan visi sekolah yang menjadi model organisasi
pembelajaran.
6.
Mengenali pentingnya berfikir dan bertindak secara sistem
artinya tindakan semua. stakeholder akan
dapat mempengaruhi organisasi sekolah.
7.
Pemimpin pendidikan mulai dari guru, kepala sekolah,
pengawas dan kepala dinas menunjukkan komitmen dan keteladanan pembelajaran.
8.
Mentransformasi kultur sekolah menjadi kultur belajar.
9.
Membangun strategi dan jaringan yang pembelajaran yang
luas dengan semua sumber-sumber belajar yang ada di sekolah.
10. Mereduksi
model birokratif dengan cara mengefisiensikan struktur organisasi menjadi lebih
ramping dan ringkas.
11. Memperoleh
pengetahuan dan budaya berbagi pengetahuan yang menjadi budaya dalam organisasi
sekolah.
12. Memperluas
budaya belajar ke seluruh rantai organisasi sekolah.
13. Menerapkan
teknologi yang terbaik untuk mendukung proses pembelajaran.
14. Menciptakan
kultur prestasi sekolah yang dapat dicapai.
15. Mengukur
keberhasilan pembelajaran dengan alat ukur kesuksesan.
16. Selalu
beradaptasi, memperbaiki, dan belajar tiada henti.
Terakhir
mau dibawa ke mana organisasi sekolah kita apakah di masa yang akan datang akan
menjadi organisasi pembelajaran ataukah menjadi sekolah yang biasa?. Bisa dan
tidaknya organisasi pendidikan menjadi organisasi pembelajaran bukan
semata-mata tergantung pada pemerintah, masyarakat,
atau kepala sekolah, tetapi hal tersebut bergantung pada kemauan dan itikat
baik dari semua stakeholder sekolah
agar mau belajar dan belajar lagi dan menciptakan budaya organisasi
pembelajaran secara berkelanjutan.
D. Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan yang bisa kita ambil dari hasil analisis pengisian angket
mengenai l Organisasi Pembelajaran di SMA tersebut tingkat pencapaian sekolah sebagai organisasi
pembelajaran adalah 53 %, kalau dihitung skor rata-ratanya adalah 2,3
ini berarti implementasi secara total pelaksanaan
Organisasi Pembelajaran (Learning
Organization) di SMA tersebut berada pada tingkatan yang sedang, menuju ke cukup.
Saran yang bisa diberikan kepada SMA swasta tersebut agara dapat menuju ke
sekolah merupakan 0rganisasi pembelajaran yang efektif dan efisien adalah :
1.
SMA Swasta tersebut perlu melakukan peningkatan
perubahan paradigma pembelajaran dari teacher
centre ke student centre,
perubahan dari organisasi birokrat ke organisasi pembelajaran, serta perubahan
dari wajib belajar ke hak belajar.
2.
Meningkatkan komitmen untuk perbaikan output dan outcame serta pelayanan yang berkelanjutan, agar tidak mengalami
demarketing dalam dunia pendidikan, sehingga bisa tetap bersaing di dunia
global.
3.
Meningkatkan level manajemen pengetahuan dari storage menjadi analisis dan transfer
pengetahuan.
4.
Mengembangkan sistem pendukung kinerja secara
terintegrasi dan aplikatif untuk penemuan pengetahuan dan data mining, sehingga sekolah dapat membentuk organisasi
pembelajaran yang menjadi pusat keahlian yang bertanggung jawab untuk
mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan mendistribusikan pengetahuan.
5.
Penggunaan
Teknologi Informasi (TI) dalam
pembelajaran dan untuk mengelola proses kelompok seperti kegiatan sekolah, urusan,
dan manajemen organisasi sekolah perlu ditingkatkan.
6.
Mengoptimalkan
peran seluruh stakeholder sekolah
untuk bersinergi dalam mewujudkan sekolah sebagai organisasi pembelajaran.
Daftar Pustaka
Ancok, D. (2012). Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi.
Jakarta: Erlangga
Covey, S.R. (1993). The 7
Habits of Highly Effective People. New York: Simon & Schuster.
Marquardt, M. J. (2002). Building
the Learning Organization: Mastering 5 Element for Corporate Learning.
California: Davies-Black Publishing.
Nonaka, I., and Takeuchi, H. (1995). The Knowledge-Creating Company. New York: Oxford University Press.
Rahman, E. dan Savitri, S. (2012, Desember 29). Empowerment. Harian Kompas,
halaman 32.
Ramdhani, N. (2012). Menjadi
Guru Inspiratif: Aplikasi Ilmu Psikologi Positif dalam Dunia Pendidikan. Jakarta: Titian Foundation.
Redding, J. (1994). Strategic
Readiness: The Making of the Learning Organization. San Fransisco:
Jossey-Bass.
Schlechty, P.C. (2009). Leading
for Learning How to Transform Schools into Learning Organizations. San
Francisco, CA: John Wiley & Sons Inc.
Senge, P.M. (1990). The Fith
Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization. New York:
Doubleday.
Stewart, T. (1997). Intelectual
Capital: The New Wealth of Organization. New York: Doubleday.
Author
- Bangun Napitupulu (1)
- Danny Ivanno Ritonga (1)
- Dwi Budiwiwaramulja (1)
- Eva Betty (1)
- Gulmah Sugiaharti (1)
- Hudson Sidabutar (2)
- Jainab (1)
- La Ane (1)
- Lamhot Sihombing (1)
- Parulian Sibuea (1)
- Resien (1)
- Robby Rezeki (1)
- Sanggup Barus (1)
- Sri Mutmainah (1)
- Sri Yunita (1)
- Sumarsono (1)
- Thamrin (2)
- Tjut Ernidawati (1)
- Uyuni Widiastuty (1)
TP UNJ-Unimed Angkatan 2013 . Powered by Blogger.